Meringkas Buku Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK Jilid I Bab VI


Pendidikan Agama Kristen
Pada Zaman
Reformasi Protestan
A.   Riwayat Hidup Martin Luther, Reformator dan pendidik (1483-1546)
            Martin adalah putra sulung Margaretha dan Hans Luther. Hans bekerja di tambang tembaga dekat kota Eisleben di Jerman. Lambat laun Hans mampu mengumpulkan uang untuk membeli tambang milik pribadinya.  Dalam kesuksesan Hans ia berpikir sebaiknya kesempatan belajar diberikan kepada putranya di sekolah di kota Mansfield. Martin memulai pengalaman pendidikannya ketika berumur tujuh tahun. Dikemudian hari sama seperti Erasmus, Luther mengingat bagaimana gurunya bertindak begitu keras atas diri pelajarnya. Pendidikan diteruskan sampai pada tahun 1505, Dia meraih gelar Magister Artes dari Universitas Erfurt. Ayahnya ingin Martin masuk ke fakultas hukum. Tetapi dalam diri Martin sedang bergumul kebutuhan lainnya,  Rupanya ada kehausan akan hal rohani yang masih kabur sifatnya, namun secara simbolis ia dikaitkan dengan perasaan gembira yang dirasakannya ketika dia memegang sebuah Alkitab untuk pertama kalinya. Sebagai seorang mahasiswa dia terus mengikuti kuliah hukum, sedangkan sebagai dosen pada Fakultas Artes dia membawakan kuliah.
            Tetapi masa depannya yang sudah jelas pada saat itu segera diubah seratus delapan puluh derajat karena pengalamannya di tengan jalan ke Efrurt sesudah mengunjungi orangtuanya. Lantas halilintar menyambar tanah dekat Luther, sehingga menjatuhkannya kebumi. Dalam keadaan tak berdaya itu, dia berseru kepada Santa Anna yang dipercayai lebih prihatin khusus kepada yang bepergian. Dalam kegelisahan bahkan ketakutan sangat tersebut dia bersumpah, “Tolonglah aku Santa Anna, dan aku berjanji menjadi biarawan.”  
            Kira-kira enam belas tahun kemudian, dalam surat kepada ayahnya, dia mencalonkan diri menjadi biarawan. Baru dua minggu sesudah mengungkapkan sumpah kepada Santa Anna, Luther dirinya pada Ordo Augustinuian.
            Pada tahun 1508, Luther memberi kuliah selama satu semester di Universitas Wittenberg. Walaupun sudah belajar teologi Alkitab, namun intinya belum menenangkan hatinya yang tidak kunjung berhenti dari bertanya diri tentang pokok paling dasariah. Bagaimanakah dapat seseorang mengetahui apakah dia sudah diselamatkan atau tidak?
            Pada kesempatan bepergian ke kota Roma pada tahun 1510 sebagai utusan khusus dari Ordo Augustinian. Setibanya di kota nyaman itu, dia melibatkan dirinya dalam serangkaian kegiatan suci. Dia menaiki anak tangga gedung Gereja Santo Petrus bukan dengan kakinya, tetapi dengan lututnya. Pada setiap anak tangga tersebut dia mengucapkan Doa Bapa Kami agar kakeknya dilepaskan dari segala siksaan yang masih berlaku baginya di dunia seberang. Pada anak tangga terakhir, dia berhenti sebentar sambil menanyakan dirinya, “Benarkan seluruhnya ini?”
            Untuk malam pesta gereja yang dirayakan pada tanggal 31 Oktober 1517 itu Luther mempersiapkan 95 dalil, yaitu 95 pokok yang ditawarkan untuk diperdebatkan. Luther memakukan sejumlah helai kertas yang memuat 95 dalil tersebut pada pintu masuk gedung gereja di kota Wittenberg.
            Pada tahun 1520, Paus Leo X mengeluarkan suratnya yang menyuruh Luther bertobat dalam jangka waktu enam puluh hari. Kalau tidak, maka Luther akan dikucilkan gereja dan buku-bukunya akan dibakar habis. Usaha Luther berhasil, Usahanya berhasil lagi sampai pada akhirnya masih tinggal seorang diri saja, yaitu Kathe Von Bora yang sudah menolak semua tawaran bakal suami. Rupanya, di luar kesadaran Luther,  Kathe telah memilih Luther sendiri sebagai mempelai laki-laki baginya. Pada tanggal 27 Jun 1525 mantan biarawan dan mantan biarawati itu menikah. Dengan keputusan “kebetulan” tersebut Luther memelopori hak menikah bagi semua pelayan Firman di kalangan gereja Protestan.







B.   Dasar Teologinya bagi pendidikan Agama Kristen
1.    Keadaan berdosa dari setiap warga
Bagi Luther  pengalamannya  kutukan Allah selama-lamanya. Perasaan inilah yang mendorongnya mencari jalam keluar yang mengenyangkan kelaparan jiwanya, suatu kelaparan yang tidak diatasi melalui seluk-beluk sistem sakramental yang merupakan soko-guru gereja zamannya.
2.    Pembenaran oleh Iman
Kuncinya ialah iman, iman setiap warga yang menaruh seluruh kehidupannya kepada Allah dalam Yesus Kristus. Demikianlah hatinya yang dulu gelisah kemudian ditenangkan ketika membaca kutipan dari nubuat Habakuk dalam Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, “Orang benar akan hidup oleh iman” (Rm. 1:17b). Oleh sebab itu Luther dan warga lainnya yang percaya dibebaskan dari akibat dosa sehingga mampu melayani sesamanya tanpa khawatir selalu tentang ada tidaknya keselamatan secara pribadi.
Barangkali hubungan antara pembenaran karena iman dan perbuatan baik hanya dapat dirumuskan melalui ungkapan paradoks Luther yang terkenal:
1). Diantara semua orang, seorang Kristen adalah tuan paling merdeka yang tidak perlu menundukkan dirinya kepada siapapun.
2). Diantara semua orang, Seorang Kristen adalah hamba yang paling setia menundukkan dirinya kepada siapapun juga.

3.    Imamat Semua Orang Percaya
Sebenarnya semua orang Kristen mempunyai hak istimewa itu karena orang yang dibenarkan oleh iman telah dijadikan makhluk baru dalam Yesus Kristus. Dengan kata lainnya setiap warga adalah imam bagi warga seimannya. Jabatan rohani itu menurut Petrus (I Pet. 2:9) bergantung pada penerimaan pekerjaan Kristus melalui iman dan bukan sebagai perbuatan suci yang dilaksanakan oleh seorang uskup. Dengan darah Kristus saja orang percaya dibuat menjadi imam-imam dan raja-raja. Dihadapan Tuhan semua orang yang percaya telah diselamatkan, semuanya dianggap benar, dan semuanya tidak hanya berhak memenuhi persyaratan imamat Kristen, bahkan mereka wajib berbuat demikian justru karena merekalah orang Kristen.
4.    Firman Allah
Semuanya berakar dalam Alkitab. Dari sudut ini dapat dibedakan tiga arti Firman itu, yaitu Yesus Kristus sendiri, Alkitab dan Amanat Allah yang diberitakan kepada jemaat.
                                            
C.   Dasar “Sosiologi” untuk Pendidikan Agama Kristen
            Kemerosotan mutu pendidikan di sekolah-sekolah dan universitas-universitas merupakan salah satu dampak sampingan dari pembaruan gereja di Jerman.  Keadaan tersebut boleh diumpamakan dengan isi nubuat dalam kitab Yesaya, “Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, apabila TUHAN menghembusnya dengan nafas-Nya” (Yes. 40:8).
            Untuk memperkuat argumentasinya tentang mengapa orangtua wajib turun tangan dalam rangka memanfaatkan kesempatan yang tersedia agar anak-anak disekolahkan, Luther menambahnya dengan tiga alasan utama, yaitu contoh dari alam, kebutuhan masyarakat dan kehendak Allah.

D.   Asas-asas Pelayanan Pendidikan Agama Kristen di Jemaat
1.    Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Tujuan Pendidikan Agama Kristen ialah untuk melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda, dalam rangka belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira dalam Firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka disamping memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian secara bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen, yaitu Gereja.
2.    Pengajar dalam Pelayanan Pendidikan Agama Kristen
Gaya mengajar yang diprakarsai Allah merupakan contoh bagi semua perkara pedagogis insani. Sebelum Luther mengajar, lebih dahulu diajar oleh Allah. Luther senantiasa sadar akan perlunya pengajar itu terus-menerus diajar oleh Allah. Pengajar kedua, menurut urutan yang ditentukan Tuhan sejak semula ialah orangtua (Ef. 6:4b). Luther ingin menjunjung tinggi status jabatan guru karena menurut pendapat umum sezamannya, martabat seorang guru lebih rendah ketimbang anggota angkatan bersenjata! Bagi Luther sendiri pelayanan mendidik maupun berkhotbah hampir sama pentingnya dan memang sangat sulit memilih antara kedua-duanya.

3.    Pelajar
      Dua jenis pelajar sudah tersirat yaitu orangtua dan guru. Sebelum mampu mendidik, namun mereka pun harus tetap menjadi pelajar seumur hidup. Pikiran Luther lebih maju ketimbang pendapat umum yang meremehkan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan. Usul Luther  tentang berapa jam setiap hari yang hendaknya disediakan untuk maksud pendidikan tersebut, yaitu satu atau dua jam bagi laki-laki dan satu jam saja bagi perempuan.

4.    Kurikulumnya
a.    Ruang lingkup Kurikulum yang Luther sebutkan sepintas lalu dalam karyanya.
Pentingnya musik dalam kehidupan Luther maka tidak mengherankan bahwa musik dititikberatkan sebagai pengalaman belajar bagi semua pelajar. Musik merupakan salah satu karunia Tuhan yang dipuji sehangat-hangatnya dalam prakata yang ditulis Luther untuk mendukung penerbitan sebuah karya musik.

b.    Isi Katekismus
Pada tahun 1529 kerajinan Luther menghasilkan dua buku katekismus, yaitu yang Kecil untuk anak-anak dan yang Besar untuk kaum dewasa. Kedua-duanya berporoskan lima tema, yaitu Dasa Titah, Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, dan Jabatan Kunci.




c.    Isi kurikulum di Sekolah-sekolah
Sekolah-sekolah dibagi atas tiga tahap: Bagian pertama semacam SD, kelas 1-3; bagian kedua, SD, kelas 4,5,6 dan Bagian ketiga yang menyerupai SLTP/A. Isi pokok kurikulum sebagai berikut:
                                      i.        Bagian Pertama
Anak-anak yang duduk di sekolah pada taraf permulaan ini sedang  diajar membaca. Buku pertamanya memuat alfabet (abjad), Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli di samping pelbagai doa. Tugas berat itu dipersulit lagi karena anak-anak didik itu tidak belajar membaca dan menulis bahasa Jerman, malahan bahasa asing, yaitu Latin. Setiap anak didik wajib menghafalkan beberapa kata setiap hari dan kemudian mengucapkan kembali secara tertulis dan lisan. Dan setengah jam sebelum berakhirnya pembelajaran anak-anak akan di ajari menyanyi.
                                    ii.        Bagian Kedua
Untuk kelas ini, bagi anak-anak yang sudahmampu membaca dan menulis.  Mata pelajarannya mencakup tiga pokok,  yaitu tata bahasa Latin, Dongeng-Dongeng Aesop, dan Pendidikan Agama Kristen. Dari setiap anak diharapkan kemampuan mengucapkan ulang isi Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli dan Dasa Titah. Sesudah itu sang guru hendaknya menjelaskan arti pokok masing-masing. Terdapat tiga tolak ukur yang dapat dipakai untuk menilai mutu kehidupan seorang Kristen, yaitu Takut Akan Tuhan, Iman dan Perbuatan Baik.
                                   iii.        Bagian Ketiga
                                    Hanya anak-anak yang paling mampu dalam tata bahasa Latin                               boleh naik tingkat, sepanjang pagi waktunya dimanfaatkan                                      membaca karangan klasik dalam bahasa Latin di samping                                              mengupas pelbagai pokok tata bahasa yang nampak di                                         dalamnya. Sekali seminggu anak-anak wajib menyusun sebuah                                  syair dalam bahasa Latin. Pepatah yang berbunyi: “Pengalaman                            adalah pengajar paling berhasil” , karenanya dia bertekad                                         menolak cara dia diajar, ketika duduk dibangku sekolah.                                       Janganlah persekolahan dianggap sebagai semacam neraka                             atau purgatorium atau tempat anak didik disiksa dengan banyak                             pukulan agar mempelajari tata bahasa Latin.  Luther                                                   menyarankan agar guru memberi kesempatan kepada anak-                                                anak untuk mendengar cerita atau menyarankan agar guru                                                memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mendengar                                         cerita atau memerankan cerita entah secara spontan atau tidak.
                
5.    Perpustakaan
      Pendirian dan pemeliharaan perpustakaan bermutu tinggi sama     pentingnya dengan persekolahan dan pembinaan langsung pada                    wadah gerejawi dalam rangka mendidik kaum muda dalam iman     Kristen. Luther mendesak warga Jerman menghargai pentingnya          perpustakaan-perpustakaan sebagai alat pelengkap mutlak dalam rangka mengembangkan sumber pengetahuan dan pengertian demi    kebutuhan perseorangan, gereja, masyarakat dan negara. 















Kesimpulan

            Melalui penderitaan jiwa Luther, Ia diyakinkan tentang kebenaran dosa sebagai faktor dalam diri setiap orang. Dosa itu meresap ke dalam semua kebajikan insani di samping tindakannya yang buruk. Luther sadar akan kesaksian Rasul Paulus, “... di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikianlah kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (Rm. 5:20c-21). Demikianlah hatinya yang dulu gelisah kemudian ditenangkan ketika membaca kutipan dari nubuat Habakuk dalam surat Paulus kepada Jemaat di Roma, “Orang benar akan hidup oleh Iman” (Rm. 1:17b). Kuncinya ialah iman, iman setiap warga yang menaruh seluruh kehidupannya kepada Allah dalam Yesus Kristus. Luther mengalami Injil Kristus; dia dibenarkan bukan oleh perbuatan/ritus apapun, melainkan oleh Iman. Demikianlah pembenaran oleh iman merupakan dasar teologis kedua bagi pendidikan agama Kristen termasuk segala pemikiran Luther. Oleh sebab itu Luther dan warga lainnya yang percaya dibebaskan dari akibat dosa sehingga mampu melayani sesamanya tanpa khawatir selalu tentang ada tidaknya keselamatan secara pribadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Model Desain Pembelajaran IDI

Makalah Tentang Roh Kudus

Eksposisi Kitab Filipi 2:1-11